Cerpen B.Indo


Satu Tempat di Satu Malam

Hai, namaku Kuri, biasa dipanggil Kung, jauh sekali ya? Aku juga tidak tahu kenapa aku dipanggil Kung, mungkin karena aku suka makan kangkung. Hahaha.. Gak nyambung ya, gapapa deh.. Umurku sekarang 15 tahun. Aku bersekolah di SMP negeri 7,5. Aku punya banyak teman, dan aku mempunyai dua sahabat yang dekat sekali denganku. Namanya Rama dan Rizky.

            Pagi ini aku terbangun dengan bantal yang menutupi kepalaku
, dikarenakan sinar matahari yang menyelinap lewat celah kecil tak berarah yang mencoba menyapaku. Terasa kantuk yang masih mampir di mataku, aku mencoba menutup mataku kembali. Tak lama, terdengar suara telefon. “Siapa sih yang menelefon?! Masih pagi niih, ngantuk,” kataku sambil mengangkat telefon yang berisik sekali .

“Hoi, bangun! Sudah siang Kung!,” kata Rama. Yah, aku sangat mengenali suara kedua sahabatku.

“Kamu ini gimana, kan hari ini hari minggu, hari libur, hari tidur,” kataku yang menarik kembali selimut hangat berbahan dasar bulu domba.

“Kamu masih gak ingat ini hari apa?”

“Hari tidur”

“Aneh, apa hanya tidur yang ada di pikiranmu?”

“Ngantuk mamen”

“Cepat mandi, kita main”

“Main ke– ”

Sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kata ku, ia sudah menutup panggilan itu. Apa boleh buat, aku harus melangkah dengan rambut yang acak-acakan, dan rasa kantuk yang menggodaku dan terus menggodaku untuk kembali ke dekapan kasur yang empuk dan hangat. Akhirnya aku sampai di kamar mandi, lalu aku duduk diatas toilet dan mulai mandi.

Sesudah mandi, aku langsung pergi ke lapangan. Karena memang mereka sering menungguku di sana. “Hei Kung, lama sekali kamu mandi. Kaya cewe aja,” kata Rama dan Rizky sambil tertawa kecil.

“Maklum, aku masih ngantuk kawan. Eh, ngomong-ngomong kita mau kemana?”

“Jangan pura-pura lupa deh kamu, kan kamu yang buat rencana ini,” kata Rama sambil mengambil sepedanya.

“Tunggu, biar aku ingat-ingat dulu. Hmm, oh iya, ini hari kita mau ke air terjun kan?”

“Tuh kamu ingat. Dasar pelupa,” jawab Rizky dengan cepat.

“Oke deh, ayo kita mulai perjalanan ini,” kataku sambil menaiki sepeda.

            Kami bertiga memulai perjalanan ke air terjun dengan menaiki sepeda. Selama perjalanan, kami bertiga bercanda bersama, supaya gak kerasa cape. Hampir 1 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di air terjun. Rasa lelah yang kami rasakan langsung hilang setelah melihat keindahan air terjun setinggi 25 meter, dengan aliran yang sangat deras dan air yang dingin dan segar. Air terjun ini dikelilingi oleh hutan yang sangat lebat. Awalnya kami pun takut tersasar, tetapi karena kami adalah petualang sejati, maka kami tak takut pada hutan yang lebat sekalipun.

“Kung, ayo dong nyebur,” kata Rama.

“Enggak ah, tiba-tiba enggak enak badan nih”

“Payah kamu Kung, ayo dong nyebur! Sungainya seger nih,” ajak Rizky. Tetapi aku hanya menggelengkan kepala dan duduk di batu yang tidak jauh dari sungai. Begitu indahnya air terjun yang jatuh ke sungai yang jernih dan bersih. Namun, mengapa perasaanku gak enak ya? Yah, mungkin ini cuman perasaan.

            Sudah hampir 30 menit Rama dan Rizky bermain air di sungai, dan aku hanya menertawakan mereka di pinggir sungai. Tapi tunggu, suara apa itu. “Rama, Rizky, dengar? Kedengaran gak? Suara seperti gemuruh?,” teriakku ke arah Rama dan Rizky.

“Iya, aku dengar,” teriak Rizky.

“Oh tidak! Itu pasti suara perutmu yang minta makan, ahahahaha,” lanjut Rama. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Benar juga kata mereka, mungkin itu hanya suara perut ku yang kelaparan. Tapi tunggu, suara itu semakin terdengar dan sepertinya mendekat.

            Lalu, buuuuuzzzzzzzzzzzzzz. “Apa yang terjadi?!,” dengan sekejap air yang sangat banyak dari atas air terjun menyapu bersih kami bertiga. Kami bertiga terseret arus yang sangat deras. Aku berfikir ‘ada apa ini? Apa yang terjadi’.  Aku masih diseret oleh arus yang sangat deras, rasanya aku telah menelan 2 liter air. Aku masih dililit oleh arus air deras yang membawaku entah kemana. Aku tak sadarkan diri.

            Aku akhirnya terbangun dari pingsan, dan kuraba keningku. Sepertinya terbentur sesuatu dan robek. Darahnya mengalir sampai ke dagu dan menetes-netes. Aku terbangun di pinggir sungai, entah sungai mana, untungnya aku masih hidup. Lalu aku berfikir, kemana Rama dan Rizky? Gawat, langsung aku berdiri dan melangkahkan kakiku, sendalku hilang, mungkin terbawa arus tadi. Kaki ku yang tanpa alas, meraba-raba kerasnya bebatuan hutan. Setelah lama berjalan dengan sekujur tubuh yang basah, sepertinya aku masuk angin. Tiba-tiba aku pusing, mungkin aku lapar karena dari siang aku belum makan. Hari sudah mulai senja, akhirnya aku memutuskan untuk duduk di pohon besar yang menjunjung tinggi. Dan aku pun tertidur.

“Aduh pusing, aku dimana?,” aku tersadar dan sudah ada di dalam gubuk tua gelap dan sedikit tak terawat. Mengerikan.

“Ohoho, akhirnya kau bangun juga nak. Semalaman kau tak sadarkan diri, kamu pasti lapar. Ini, makan dulu, kakek yang buatkan untukmu,” seorang kakek berkulit hitam, mengenakan baju abu-abu kusam, rambutnya yang sudah mulai botak, kantung matanya yang memiliki kantung lagi, wajahnya yang lonjong dan berkeriput, membuat ia terasa begitu ganjil. Ia memberikan semangkuk sup yang masih panas.

“Kakek siapa? Kenapa aku bisa disini?”

“Kakek pengghuni gubuk tua ini. Kemarin malam kakek menemukanmu tidak sadar di pohon yang tidak jauh dari sini, daripada kamu dimakan oleh binatang buas, mending kakek bawa ke gubuk ini.”

“Terimakasih banyak kek,” kataku sambil menyantap sup panas yang penuh dengan daging.

“Anggap saja rumah sendiri,” kata kakek itu sambil melangkah menuju keluar gubuk.

            Setelah perutku terisi, aku mulai memikirkan nasib Rizky dan Rama. Bagaimana kalau mereka tidak selamat? Apa yang harus aku katakan pada orang tua mereka? Kemana aku harus mencari mereka berdua?

            Sudah sehari berlalu, aku ingin berpamitan kepada kakek untuk mencari Rizky dan Rama. Kakek sudah baik padaku, aku tidak ingin merepotkannya lagi. “Kek, aku izin mau pulang. Aku mau mencari teman-temanku yang hilang.”

“Jangan pulang dulu, besok saja pulangnya. Kamu kan masih capek”

“Terimakasih kek, tapi saya harus pulang sekarang. Saya takut orangtua saya mencari saya”

“Yasudah kalau kamu memaksa, tapi sebelum kamu pulang, kakek punya sesuatu yang spesial untuk kamu”

“Wah, apa kek?,”

“Ayo,” ajak kakek ke ruang bawah tanah. Aku baru tahu kakek yang tinggal di gubuk ini punya ruang bawah tanah.

“Ayo masuk nak,” ajak kakek. Saat aku masuk, ruangannya gelap dan.. dan bau bangkai tercium sangat menyengat.

“Kek, kenapa disini sangat gelap?,” tanyaku pada kakek yang berdiri di sudut ruangan, sepertinya kakek sedang mengambil sesuatu.

            Saat kakek itu menyalakan lampu, aku sangat kaget. Disudut ruangan sebelah barat, bergelantungan mayat manusia berlumuran darah yang digantung menggunakan seutas tali. Dan, disana ada Rama dan Rizky ! Saat aku menoleh ke arah kakek, kakek sedang memegang pisau tajam berlumuran darah dan mengarah padaku.

“Apa maksud semua ini?!” aku berteriak pada kakek.

“KAMU JANGAN MELAWAN!! KAMULAH YANG SELANJUTNYA!! AHAHAHA!!!” teriak kakek itu dengan muka yang memerah dan tangan yang mencengkram kuat pisau. Dari pisau itu menetes darah yang telah bercampur dengan darah lain. Aku berfikir keras, dengan cepat aku mengambil tongkat besi berkarat yang tergeletak di sampingku.

“OOH!! JADI KAMU MAU MELAWAN KAKEK TUA INI!!? KAMU AKAN JADI SANTAPAN LEZAT SELANJUTNYA!!!” teriak kakek yang tinggal berjarak 5 meter dariku.

            Aku langsung melemparkan tongkat besi itu, beruntungnya tongkat itu langsung menancap perut kakek tersebut. Aku melihat kearah Rizky dan Rama yang berlumuran darah. Sambil berlinang air mata, aku berlari secepat mungkin ke pintu keluar. Lalu, aku kunci ruangan itu. Akan kubiarkan kakek itu membusuk disana dengan korbannya.

            Aku berhasil keluar dari gubuk yang gila itu. Menghirup udara hutan, teringat Rama dan Rizky, air mataku tak bisa dibendung lagi. Aku berlari sejauh mungkin, sebisa mungkin sambil berteriak-teriak. Aku terhenti, di siang hari ini aku telah mengalami kejadian yang sangat mengerikan. Aku terhenti dan melihat ruangan kecil berpintu satu tanpa kaca.

            Tiba-tiba, terdengar suara aungan macan. ‘Aku tak ingin mati’ pikirku, lalu aku masuk dan mengunci diri di ruangan kecil yang terbuat dari kayu. Mungkin berukuran 4x5 meter. Disini gelap sekali, dan aku masih terisak-isak. Tak lama terdengar suara.. Aku mengenali suara itu.. Itu suara.. IBU..

            Seketika aku bangun dari tidur. Sial! Ternyata itu hanya mimpi. Betapa leganya perasaanku bahwa itu hanya mimpi. Ternyata, saat aku akan mandi, aku duduk di toilet dan tertidur akhirnya bermimpi seperti itu.

“KUUNG SEDANG APA!? LAMA SEKALII!!?” teriak ibuku dari luar kamar mandi.

“I.. Iya bu, sebentar”

            Aku membasuh muka dan meyakinkan bahwa ini bukan mimpi. Akhirnya aku bangun juga.. Saat aku keluar dari kamar mandi, ibu berkata padaku “Kung, kamu ditungguin sama temen tuh di lapangan biasa katanya”

“Mau ngapain?”

“Katanya sih mau main,” jawab ibuku sambil masuk ke kamar mandi.

            Aku langsung menaiki sepedaku dan menuju lapangan, sesampainya di lapangan aku bertemu dan langsung memeluk Rama dan Rizky. ‘Ternyata tadi memang hanya mimpi’ pikirku.

“Kamu kenapa Kung?” tanya Rama yang heran aku langsung memeluknya.

“Gapapa kok, ehehe,” jawabku.

“Yasudah ayo kita pergi,” kata Rizky.

“Kemana?” jawabku bingung.

“Masa kamu lupa, ke air terjun itu looh. Ayo cepat,” paksa Rama.

“Tidak, jangan!” aku menolak.

“Cepeet,” paksa mereka berdua.

“TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK”

Tamat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUMAN YANG PANTAS

7 Something